Ceklisdua.net| Kota Tangerang – Sistem pendidikan di Kota Tangerang kembali menuai kritik tajam dari orang tua murid. Sejumlah anak ditolak masuk Sekolah Dasar Negeri (SDN) bukan karena kurang usia belajar atau dokumen yang tidak lengkap, tetapi semata karena usia Kartu Keluarga (KK) belum genap satu tahun di domisili yang sama dengan zonasi sekolah,” Sabtu 12/7/2025.
Salah seorang Kakek calon murid SDN 06 Pondok Bahar kota tangerang “Djoko Kapioro Untung (68 tahun), warga Pondok Bahar Kecamatan Karang Tengah , menyatakan bahwa cucunya ditolak di salah satu SDN yang berada di Kelurahan Pondok Bahar Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang, merasa kecewa, karena sekolah tersebut tidak transparan dalam penerimaan murid baru.
Alasannya adalah dimana Kartu Keluarga (KK) yang belum mencapai 1 tahun berdomisili di Pondok Bahar RW. 05 padahal pada tahun 2024 cucu saya yang pertama waktu mendaftar di SDN tersebut KK nya belum ada 1 tahun, dan cucu saya diterima di sekolahi tersebut. Karena itu kami selaku warga masyarakat mohon ispektorat turun untuk mengaudit sekolah tersebut.
“Saya heran, bangku masih kosong, tapi cucu saya ditolak. Padahal ini sekolah negeri. Bukankah seharusnya negara menjamin pendidikan anak-anak,” ucapnya dengan nada kecewa.
“Kami pindah karena keadaan, bukan untuk curang. Masa anak saya harus jadi korban,” ujar Djoko (65), cetusnya.
Djoko menyebut, penolakan ini bukan hanya menyakitkan secara pribadi, tetapi juga menunjukkan bahwa sistem pendidikan lebih mengutamakan dokumen daripada nasib anak-anak,” tegasnya.
Menanggapi hal ini, ditempat terpisah, melalui telepon Kepala Sekolah Ati Sumiati mengakui masih banyak bangku kosong di sekolah SDN 06 Pondok Bahar, dengan memberikan penjelasan yang menggambarkan dilema yang mereka hadapi.
Ia menyatakan turut prihatin terhadap kondisi yang terjadi, namun menegaskan bahwa pihak sekolah hanya menjalankan sistem yang telah ditetapkan oleh instansi di atasnya.
“Kalau saya bisa, pasti kami bantu, Pak. Kami hanya mengikuti sistem, bahkan kami menyayangkan jika bangku sampai kosong. Mubazir,” kata Ati kepala sekolah tersebut saat di telepon via WA oleh tim Media.
Menurut Ati, sekolah sejatinya ingin menerima lebih banyak siswa, terutama jika daya tampung masih tersedia. Namun keterbatasan wewenang membuat pihak sekolah tidak memiliki kuasa untuk menyalahi aturan yang ada.
“Kami ingin ada yang mendorong agar hal ini disampaikan ke pejabat terkait, terutama pimpinan kami di dinas. Kami juga sudah memberikan usulan soal permasalahan ini, tapi kami di sini tidak bisa berbuat banyak. Kami hanya bisa manut pada atasan, apapun keputusan dan aturannya, karena kami hanya sebagai kepala sekolah yang tidak punya kewenangan penuh,” tambahnya.
Sementara Pemerhati pendidikan selaku ketua dari Komunitas Masyarakat Peduli Pendidikan Banten (KMPPB) menilai bahwa kebijakan berbasis dokumen yang kaku seperti ini berpotensi melanggar hak anak atas pendidikan dasar sebagaimana dijamin dalam:
Pasal 31 UUD 1945 “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”
Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.”
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 49, yang mewajibkan pemerintah menjamin pendidikan dasar bagi setiap anak.
“Kalau sekolah punya bangku kosong, tidak masuk akal anak-anak ditolak hanya karena KK belum setahun. Ini bukan soal niat curang, ini soal realitas hidup masyarakat. Pemerintah harus lebih adaptif,” ujar Edi dengan tegas.
Sampai berita ini diterbitkan Orang tua siswa dan kepala sekolah sama-sama berharap adanya evaluasi dari pemerintah daerah, terutama Dinas Pendidikan Kota Tangerang. Kebijakan zonasi dan verifikasi domisili harusnya tetap berpihak pada kepentingan terbaik anak, bukan menjadi penghalang akses pendidikan bagi anak yang ingin sekolah, di tempat yang masih ada bangku, dan dekat dari rumah.
daniel