Berita

Pedagang Keripik Singkong di Pinggir Jalan Mangga Besar Raya Keluhkan Sepinya Pembeli

21
×

Pedagang Keripik Singkong di Pinggir Jalan Mangga Besar Raya Keluhkan Sepinya Pembeli

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Ceklisdua.net — Di tengah hiruk pikuk kawasan Mangga Besar Raya pintu masuk Lokasari square jakarta barat yang dikenal ramai dengan lalu lintas kendaraan dan aktivitas masyarakat, seorang pedagang keripik singkong bernama Rieci (44) tampak duduk termenung di lapak sederhananya. Sejak sore hingga malem hari, hanya segelintir pembeli yang mampir ke gerobak kecilnya yang terletak di pinggir jalan, tepat di depan pintu masuk kendaraan bermotor Lokasari square. (24/10/25)

Sudah hampir sepuluh tahun lebih Rieci berjualan keripik singkong di lokasi tersebut. Dengan wajah ramah dan senyum tulus, ia biasanya menyambut para pelanggan tetap—mulai dari pegawai kantor, pengemudi ojek online, hingga pejalan kaki yang melintas. Namun belakangan ini, keadaan mulai berubah.

“Dulu ramai, Sekarang mah sepi banget. Kadang seharian cuma laku dua bungkus,” keluh Rieci saat ditemui di lapaknya, Kamis malem (24/10). “Harga bahan naik, tapi pembeli malah makin jarang. Kadang saya sampai bawa pulang keripik yang gak laku.”

Keripik singkong buatannya dikenal gurih dan renyah, digoreng sendiri setiap hari nya saat mau berjualan . Ia menjual berbagai varian rasa—asin, balado, dan pedas manis—dengan harga mulai dari Rp10.000 per bungkus. Namun meski harga tergolong terjangkau, minat masyarakat tampak menurun dalam beberapa bulan terakhir.

Menurut pengakuannya, faktor utama sepinya pembeli adalah menurunnya jumlah pejalan kaki dan pekerja kantoran di kawasan tersebut. Beberapa gedung perkantoran di sekitar Mangga Besar kini banyak yang tutup atau berpindah lokasi, sementara banyak warga lebih memilih membeli makanan ringan secara online.

“Sekarang orang-orang lebih suka beli lewat aplikasi. Padahal keripik saya ini buatan sendiri, tanpa bahan pengawet,” ujar Rieci sambil menata bungkus plastik berisi keripik singkong di atas gerobak kayu nya.

Meski menghadapi masa sulit, Rieci mengaku belum ingin menyerah. Ia masih berharap rezeki datang dari pelanggan yang kebetulan lewat. “Saya cuma bisa sabar. Namanya juga usaha kecil, yang penting halal,” tuturnya lirih sambil tersenyum.

Beberapa warga sekitar pun menyayangkan kondisi tersebut. Menurut Yayo (42), seorang pengemudi ojek pangkalan yang sering mangkal di dekat lokasi, Rieci dikenal sebagai pedagang yang jujur dan ramah. “Keripiknya enak, murah juga. Tapi ya makin ke sini, makin sepi. Kasihan juga lihatnya,” ucapnya.

Fenomena sepinya pedagang kecil seperti Rieci menjadi potret nyata tantangan ekonomi masyarakat kecil di tengah perubahan gaya hidup dan persaingan pasar modern. Di satu sisi, perkembangan teknologi memudahkan transaksi digital, namun di sisi lain, banyak pedagang tradisional harus berjuang lebih keras untuk tetap bertahan.

Meski begitu, di tengah semua keterbatasan, Rieci tetap optimis. “Saya yakin masih ada rezeki buat orang kecil seperti saya. Selama tangan ini masih kuat, saya akan terus jualan,” ucapnya sambil menatap jalanan yang mulai ramai menjelang sore.

 

(Denni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *