BeritaBerita TerkiniKriminal

Penegakan Hukum di Maluku Utara Dipertanyakan Setelah Gelombang Desakan Publik Korban KDRT Dibebaskan

76
×

Penegakan Hukum di Maluku Utara Dipertanyakan Setelah Gelombang Desakan Publik Korban KDRT Dibebaskan

Sebarkan artikel ini

Halamahera utara, Ceklisdua.net – Polres Halmahera Utara kembali menerbitkan Surat Perintah Pelepasan Penangkapan terhadap korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Wulandari Anastasia Said. Surat sakti yang dikeluarkan itu bukan tanpa alasan, namun karena gelombong desakan terhadap proses hukum yang dinilai bobrok,” Senin (07/07/2025).

Surat Perintah Pelepasan Penangkapan Nomor : SP.Kep Lepas/71.a/VII/2025/Reskrim itu disinyalir dikeluarkan setelah cuitan LBH Marimoi di sosial media ramai dibagikan publik sebagai bentuk solidaritas terhadap korban KDRT. Unggahan lembaga bantuan hukum sontak dibumbuhi ratusan komentar dan dibagikan hingga ratusan kali.

“Sampai kapan masyarakat dibodohi dengan penegakan hukum yang merugikan rakyat jelata, dan sampai kapan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegak hukum itu sendiri. Cuman satu cara, berdiri dan lawan”, tulis salah satu Anggota WA Group dalam unggahan LBH Marimoi.

Dalam surat sakti tersebut menegaskan, Petama penangkapan Wulandari pada 5 Juli 2025 sekitar Pukul 23.00 WIT dilepaskan. Kedua, tersangka dilepaskan setelah dilakukan penangkapan karena, kepentingan kemanusiaan serta tidak perlu di tahan dengan pertimbangan tidak adanya kekawatiran tersangka akan melarikan diri, merusa atau menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana.

Ketiga, melaksanakan perintah ini dengan seksama dan penuh rasa tanggung jawab dan membuat Berita Pelepasan pengangkapan serta melaporkan kepada atasan penyidik. Surat itu telah ditanda tangani oleh Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Halmahera Utara Iptu Sofyan Torid dan penyidik pembantu Bripka Yutrius Dagasina.

Berikut cuitan LBH Marimoi di Unggahan WA Group sejak Minggu 06 Juli 2025 :

“Halo warga Maluku Utara, masih ingat kasus KDRT yang sempat viral September 2024 lalu. Dia Wulandari, dipukuli oleh Ronal Zulfikry Effendi yang juga anggota Polres Halmahera Utara. Akibat dari kekerasan tersebut, Wulandari mengalami luka bagian bibir, dua gigi depan copot, satu gigi patah hingga memar hampir disekujur tubuh”, tulis LBH Marimoi dalam unggahan WA Group Minggu (06/07) Pagi.

LBH Marimoi menjelaskan perbuatan pelaku terbukti melanggar Pasal 8 huruf d terkait menjaga dan memelihara kehidupan bekeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 13 huruf h PP RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik dan Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, berdasarkan putusan nomor PUT-KKEP/06/XI/2024/Sie Propam tanggal 09 November 2024 lalu.

“Namun tak berhenti disitu sejak penetapan tersangka terhadap Ronal. Sempat ditahan, namun kemudian dilepaskan padahal ancaman hukuman yang dikenakan terhadapnya diatas lima tahun. Mirisnya baru dilakukan penahanan setelah statusnya menjadi terdakwa pada perkara nomor 24/Pid.Sus/2025/PN/PN Tob, setelah agenda sidang pertama dilakukan”, jelasnya.

Lebih lanjut, LBH Marimoi menuturkan kekerasan fisik yang dilakukan Brigpol Ronal yang terungkap didalam fakta persidangan sangat disayangkan. Pasalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut terdakwa dengan tuntutan satu tahun penjara dan dikurangi masa penahanan.

Sementara ancaman hukuman menurut LBH Marimoi, dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) secara jelas hukuman maksimum lima tahun penjara atau denda hingga Rp 15 Juta.

“Artinya ini bukan tindak pidana ringan. Terlpas dari itu, Wulandari juga dilapor balik dengan tuudhan yang sama, locus dan tempus delicti nya sama dengan nomor laporan Lp/271/IX/2024/SPKT/Polres Halut tertanggal 22 September 2024. Atas dasar laporan tersebut, Wulandari yang sebelumnya korban, kini menjadi tersangka”, imbuhnya.

Tak hanya sampai disitu, Wulandari juga terseret dengan laporan kedua dengan tuduhan pengrusakan dengan nomor laporan Lp/B/2021/VI/2025/SPKT/Polres Halut tertanggal 5 Juni 2025 yang saat ini memasuki tahap penyidikan. “Betapa buruknya penegakan hukum di Maluku Utara. Kriminalisasi korban terjadi ketika aparat keliru mendepak korban sebagai tersangka atau terdakwa”, tutupnya.

Daniel D. Tony, c.bj.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *